Tanaman perkebunan adalah spesies tanaman tahunan yang dapat menghasilkan produk bernilai ekonomis dan menjadi komoditi ekspor nonmigas. Saat ini telah dilakukan berbagai upaya dalam meningkatkan produktivitas tanaman tersebut. Namun demikian, pertumbuhan tanaman perkebunan yang potensial sebagai sumber devisa negara tetap mengalami kendala karena adanya serangan OPT (organisme pengganggu tanaman) yang berasal dari kelompok hama dan penyakit. Banyak sekali alternatif pengendalian yang telah ditawarkan untuk menjawab permasalahan yang timbul karena adanya gangguan hama dan penyakit. Namun, sayangnya kebanyakan alternatif tersebut hanya mengandalkan pengendalian berbasis penggunaan bahan kimiawi untuk menekan keberadaan OPT.
Hama penyakit menyerang dan merusak usaha budi daya tanaman perkebunan sehingga mengakibatkan berkurangnya kualitas dan kuantitas hasil yang diperoleh. Beberapa jenis diantaranya memiliki daya merusak yang sangat merugikan dan dapat mengakibatkan kematian ribuan hektar tanaman, sedangkan jenis lainnya merugikan dalam jangka panjang, secara terus-menerus, dan tidak disadari oleh pemilik tanaman.
Pada tahun 2018 sebanyak 35% tanaman perkebunan rakyat (teh, kopi, kelapa, kakao, karet, cengkeh, tebu, tembakau, vanili dan lada) di wilayah Jawa Barat terserang hama penyakit khususnya di 14 kabupaten/kota (Sumedang, Sukabumi, Majalengka, Kuningan, Tasikmalaya, Kota Banjar, Pangandaran, Ciamis, Cianjur, Bandung, Bandung Barat, Subang, Garut, Purwakarta). Sudah barang tentu kondisi ini menimbulkan kerugian secara ekonomi dan sosial sehingga para petani terpaksa mencari jalan pintas dengan melakukan pengendalian secara kimiawi. Maraknya penggunaan sarana produksi berbahan kimia telah nyata terbukti dikalangan para petani, dampaknyapun sudah jelas merusak kesehatan dan lingkungan hidup.
Disisi lain jumlah sumber daya manusia yang menguasai ilmu perlindungan tanaman semakin berkurang, sementara tuntutan pelayanan semakin meningkat. Masalah ini diperberat lagi dengan dukungan fasilitas Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) sudah lama ditiadakan. Begitu pula dengan keberadaan penyuluh perkebunan secara khusus tidak ada. Atas dasar inilah muncul ide membuat aksi petani peduli perlindungan tanaman atau yang lebih dikenal dengan nama Aksi Tali Intan dengan tujuan merubah pola pikir petani untuk beralih dari cara kimia menjadi non kimia.
Keunikan/kebaruan Aksi Tali Intan terletak pada Teknik Pengendalian Hama Penyakitnya, yaitu murah dan mudah dilakukan, tanpa menuntut keberadaan alat-alat canggih karena hanya dilakukan dengan cara memungut bagian tanaman yang terserang. Keunikan lainnya terletak pada teknik pencatatan dan pemberian insentif bagi pengumpul hama penyakit terbanyak. Kolaborasi berbagai keunikan ini telah mampu merubah tingkat serangan hama penyakit dari yang tinggi menjadi serangan rendah.
Implementasi Aksi Tali Intan dimulai dengan melakukan pemungutan hama penyakit pada tanaman terserang. Aksi pemungutan dilakukan masing-masing petani pada kebunnya setiap hari sambil mengamati kondisi kebun. Rutinitas ini merupakan gerakan kepedulian petani terhadap kesehatan diri sendiri, konsumen dan lingkungan sekitar. Hama penyakit yang sudah dipungut dikumpulkan ke dalam kantong plastik untuk dihitung jumlahnya sebagai bahan laporan kepada RPO. Data yang diterima RPO segera dicatat dalam form yang sudah tersedia dan direkapitulasi setiap bulan sebagai gambaran kondisi tingkat serangan hama penyakit di lapangan Sebagai apresiasi, bagi petani pengumpul hama penyakit terbanyak diberikan insentif berupa pupuk organik atau bahan pengendali hayati, tergantung kebutuhan di lapangan. Melalui penerapan teknik yang unik ini, serangan hama penyakit yang semula tinggi berangsur – angsur menjadi rendah, dengan harapan pada suatu saat nanti akan tercapai tujuan Aksi Tali Intan yaitu serangan hama penyakit menurun mencapai 2%, mengurangi penggunaan bahan kimia, meningkatkan kualitas lahan dan meningkatkan kelestarian lingkungan. Sejalan dengan implementasi Aksi Tali Intan, petani diajarkan untuk menjaga alam dengan cara gemar memungut hama penyakit yang menyerang tanaman di kebunnya.
Dampak Aksi Tali Intan telah dirasakan oleh petani, semula serangan hama penyakit mencapai 35% (tahun 2018), produktivitas rendah, kualitas produk jelek, daya saing rendah sehingga pendapatan juga rendah, namun setelah menerapkan Aksi Tali Intan, pada tahun 2019 tercatat serangan hama penyakit telah turun menjadi 30,88% (turun sebesar 4,12%. Dampak positif lainnya dirasakan petani pada peningkatan produktivitas sebesar 8,56%, peningkatan serapan pasar terhadap produk sebesar 75,54% dikarenakan mutu produk yang dihasilkan menjadi lebih bagus, dan peningkatan pendapatan petani sebesar 72,53%, sudah barang tentu akan mendorong terwujudnya peningkatan kesejahteraan. Dampak tidak langsung juga terjadi pada sumber daya lahan dan lingkungan, nihilnya penggunaan bahan kimia, telah mendorong perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup dalam mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan.
Aksi Tali Intan tidak hanya mampu menurunkan serangan hama penyakit, akan tetapi petani juga mendapatkan ilmu untuk memprediksi serangan yang mungkin terjadi, menurunkan biaya pengendalian, meningkatkan produksi, meningkatkan kualitas dan harga jual sehingga meningkatkan perekonomian petani. Inovasi Aksi Tali Intan merupakan strategi berkelanjutan yang dapat dilihat dari berbagai aspek seperti sosial, ekonomi, dan lingkungan. Aspek sosial dilihat dari semakin bertambahnya jumlah petani yang terlibat menggunakan konsep Aksi Tali Intan, semula hanya 300 orang meningkat menjadi 1.500 orang. Pertambahan jumlah petani ini menandakan bahwa petani mampu mengedukasikan ilmu yang didapat kepada anggota/kelompok tani lainnya, sehingga terjalin hubungan sosial yang baik dalam penyerapan tenaga kerja. Dari aspek ekonomi, petani juga mendapat keuntungan peningkatan produksi, peningkatan mutu produk dan peningkatan harga jual, menurunkan biaya produksi, meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil produksi, sehingga meningkatkan pendapatan bagi petani yang secara langsung mampu memperbaiki ekonominya. Sedangkan dari aspek lingkungan, penerapan inovasi Aksi Tali Intan mendukung kelestarian lingkungan karena selama proses pengendalian tidak menggunakan bahan-bahan berbahaya yang dapat menimbulkan pencemaran/kerusakan lingkungan. Aksi Tali Intan turut menjaga keberlangsungan agroekosistem seperti menjaga kualitas tanah, air, udara, mikroorganisme tanah, serta kesehatan petani atau masyarakat di sekitarnya.
Dalam rangka menjaga keberlanjutan Aksi Tali Intan pemerintah telah menerbitkan UU 39/2014 tentang Perkebunan yang mengatur seluk beluk perkebunan termasuk serangan hama penyakit, UU 22/2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan, yang mengatur teknik budidaya ramah lingkungan. Selain itu terdapat Peraturan Daerah Jawa Barat No.4/2018 tentang Pedoman Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, sebagai kekuatan dalam melindungi kesehatan petani dari pencemaran bahan-bahan berbahaya sekaligus memberdayakan petani melalui strategi-strategi yang mampu meningkatkan produktivitas dan mutu hasil. Amanat Peraturan Pemerintah No. 6/1995 tentang perlindungan tanaman menjadi langkah strategis dan berfungsi sebagai jaminan ketersediaan sumber daya manusia dan keuangan, untuk keberlanjutan pembinaan dan penyebarluasan Aksi Tali Intan.
Inovasi Aksi Tali Intan bersifat terbuka bagi semua petani, memberikan segala bentuk informasi, konsultasi perlindungan tanaman, jenis hama dan penyakit utama, gejala serangan, dan teknik pengendaliannya sehingga sangat mudah dipahami dan dilaksanakan. Dengan bersifat terbuka maka Aksi Tali Intan dapat merangkul petani pemilik, penggarap, penyewa dan juga keluarga petani. Ide/gagasan asli Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat ini berpotensi direplikasi secara horizontal dan vertikal dengan syarat pada daerah atau perangkat daerah yang akan mereplikasi terdapat data serangan Hama Penyakit, data Agroekosistem dan data Petani. Sebagai penentu keberhasilan aksi/gerakan diperlukan ketersediaan sumber daya manusia yang mempunyai motivasi peduli lingkungan, kesehatan dan tanaman serta yang terpenting juga mendapat support atau fasilitas anggaran baik dari APBD, APBN, CSR maupun swadaya petani.
Saat ini Aksi Tali Intan baru direplikasi secara vertikal oleh 14 kabupaten/kota di Jawa Barat, untuk replikasi horizontal diperlukan koordinasi atau kunjungan kerja dengan provinsi lain di luar Jawa Barat. Transfer Aksi Tali Intan menjadi salah satu strategi dan inovasi pelayanan publik Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan untuk mewujudkan perkebunan berkelanjutan (SITI PURNAMA).