Bimtek Pengolahan Kopi Bagi Petani Milenial

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto menilai perlu ada upaya serius untuk mendorong generasi muda agar mau bekerja ke sektor pertanian. Pasalnya saat ini tenaga kerja pertanian didominasi oleh orang-orang usia lanjut.

Profil petani secara nasional saat ini berdasarkan kelompok umur, sekitar 17,29% atau sebanyak 6,61 juta tenaga kerja pertanian berusia kurang dari 30 tahun; kemudian sekitar 29,15% atau sebanyak 11,14 juta orang berusia 30-44 tahun, lalu sekitar 32,39% atau sebanyak 12,38 juta orang berusia antara 45-59 tahun, dan sekitar 21,7% atau sebanyak 8,09 juta orang berusia di atas 60 tahun. Dari keseluruhan tenaga kerja di sektor pertanian tersebut sekitar 65,23% nya berpendidikan setara SD ke bawah. Bisa dibayangkan dengan gambaran kondisi data serupa itu bagaimana mungkin mengandalkan para pelaku utama usahatani tersebut untuk mampu menopang beban berat seluruhnya dalam mewujudkan target sasaran pembangunan pertanian, khususnya dalam menjaga ketahanan pangan nasional.

Regenerasi Petani saat ini jelas sangat mengkhawatirkan. Faktor usia petani secara umum tentu saja akan sangat berpengaruh pada kemampuan meningkatkan produktivitas hasil usaha taninya, termasuk juga kemampuan untuk berdaptasi dan berinovasi terhadap kemajuan teknologi pertanian yang semakin canggih, dan hanya mungkin dapat dijalani oleh para generasi milenial. Inilah saatnya para generasi milenial harus mulai menggantikan para petani yang sudah senior tersebut, masalahnya “Sudah siapkah kalangan generasi milenial menjawab kekhawatiran ini?” serta “Apa yang harus kita persiapkan untuk upaya regenerasi petani ini?”

 

Seberapa Pentingkah Regenerasi Petani?

Di era saat ini, terjadi fenomena sosial justru terjadi pada petani yang berusia muda (Lovitasari dkk, 2017); Farhani, 2009). Minat generasi muda untuk menjadi petani atau berusaha di bidang pertanian cenderung menurun. Angkatan kerja pertanian maupun pengusaha pertanian lebih didominasi oleh golongan penduduk usia di atas 40 tahun. Susilowati (2016) melakukan kajian tentang fenomena penuaan petani dan implikasinya terhadap pembangunan pertanian. Dilaporkan bahwa usia rata-rata petani semakin tua (jumlah petani usai muda semakin menurun).

Masalah penuaan petani ini patut menjadi perhatian semua pihak. Jika kegiatan produksi pertanian hanya dilakukan oleh generasi tua, maka perlahan tapi pasti, jumlah petani akan semakin berkurang dari tahun ke tahun. Akibatnya produksi pertanian juga tentu akan ikut menurun, dan selanjutnya sangat dimungkinkan akan terjadi ketidak-seimbangan antara ketersediaan produksi dengan kebutuhan konsumsi. Permintaan produk pangan diperkirakan akan terus naik seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, kemajuan ekonomi dan pertumbuhan industry pengolahan makanan.

Semakin menyusutnya jumlah petani yang produktif sebenarnya bukan hanya terkait pada aspek ekonomi saja, tetapi juga akan menimbulkan isu lingkungan. Dimana akan timbul kecenderungan lahan-lahan pertanian yang terlantar karena tidak ada lagi yang menggarap, kemudian lahan-lahan tersebut akan cenderung berubah fungsi menjadi lahan terbangun (perumahan, industry dan infrastruktur), sehingga lahan-lahan pertanian akan semakin menyusut dan akan muncul permasalahan ketidakseimbangan lingkungan.

Kondisi nyata yang terjadi saat ini, dimana hampir sebagian besar anak-anak petani tidak ada lagi yang bersedia meneruskan usaha tani orang tuanya. Akhirnya para petani lebih memilih menjual lahan pertaniannya atau merubah fungsinya jadi bangunan rumah, karena tidak ada yang akan menggarap lagi. Kondisi alih fungsi lahan seperti ini terlihat jelas pada kawasan pertanian subur dipinggiran kota besar, dimana lahan-lahan tersebut banyak beralih fungsi menjadi hunian, kawasan industry atau perkantoran. Akibat lebih jauh dari kondisi serupa itu tentu saja akan berpengaruh pada jumlah produksi pertanian dalam negeri yang akan semakin tidak mencukupi permintaan

Demikian halnya dengan aspek sosial yang mungkin juga akan muncul kemudian jika lahan-lahan pertanian semakin menyusut disertai dengan kelangkaan bahan makanan, maka permasalahan social seperti kelaparan, kemiskinan, kejahatan, dlsb bisa saja muncul dikemudian hari. Naudzubillah Min Dzalik.

Dilihat dari gambaran permasalahan ekonomi, sosial dan lingkungan yang mungkin bisa muncul akibat menurunnya minat generasi muda di sector pertanian, maka kita semua tentu sepakat bahwa Regenerasi Petani itu sangat penting untuk dilakukan.

Rendahnya minat kalangan generasi muda untuk terjun ke dunia pertanian dimungkinkan oleh beberapa factor antara lain sebagai berikut:

  • Adanya anggapan bahwa usaha tani ini adalah sebagai bidang pekerjaan pilihan terakhir dibandingkan jenis pekerjaan lainnya. Jadi kaum milenial merasa gengsi jika bekerja menjadi petani.
  • Rendahnya penguasaan lahan pertanian akibat system bagi waris, yang menyebabkan usahatani dianggap tidak layak untuk menjamin kebutuhan hidup.
  • Pendapatan dari hasil pertanian tidak menentu serta factor resiko kerugian yang tinggi.

 

Kaum Milenial Seperti Apa Yang Dibutuhkan Dalam Proses Regenerasi Petani?

Usaha tani itu pada hakekatnya bukanlah jenis pekerjaan yang mudah untuk dilakukan sambil lalu, tetapi merupakan bidang pekerjaan yang memerlukan keseriusan, didasari dengan pengetahuan khusus, ditangani secara professional, serta harus memiliki keterampilan teknis yang memadai, dan yang paling penting adalah memiliki kesiapan mental untuk mampu menghadapi berbagai resiko kegagalannya.

Dunia pertanian di era modern ini tidak lagi ditangani secara tradisional, tetapi sangat terkait dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dimana proses untuk menghasilkan produk pertanian yang unggul dan berdaya saing, telah ditunjang dengan berbagai kecanggihan teknologi pertanian yang serba digitalisasi. Oleh karena itu maka untuk mendorong generasi milenial kedalam dunia pertanian perlu adanya upaya khusus dalam memilih profil generasi muda yang cocok dan tahan uji di dunia pertanian. 

Pengertian Petani Milenial menurut BPS adalah Petani yang berusia 19 (sembilan belas) tahun sampai dengan 39 (tiga puluh sembilan) tahun, dan/atau petani yang adaptif terhadap teknologi digital. Berdasarkan pengertian itu, maka secara umum dapat kita fahami bahwa profil petani milenial yang dibutuhkan dalam rangka regenarasi petani ini harus memiliki kriteria dasar sebagai berikut:

  • Sudah dewasa dan memiliki tanggungjawab, minimal bagi diri sendiri dan keluarganya. Secara usia kira-kira antara 19 sd 39 tahun.
  • Memiliki tekad dan semangat untuk terjun ke dunia pertanian.
  • Memiliki pengetahuan dasar tentang usahatani.
  • Memiliki kemampuan adaptasi terhadap kemajuan teknologi, terutama teknolgoi digital.
  • Memiliki jiwa kewirausahaan.
  • Memiliki kreatifitas.

Indonesia sebagai negara agraris, dengan kekayaan sumber daya dan plasma nutfah yang melimpah tiada tara, tentunya masih menyimpan sejuta harapan bagi segenap masyarakat untuk dapat mengandalkan kehidupannya dari dunia pertanian. Oleh karena itu upaya regenarasi petani adalah merupakan langkah yang tepat untuk menjamin kesinambuhan aktivitas pertanian dalam mendukung ketahanan pangan nasional.

Banyak peluang usaha tani yang bisa dikembangkan oleh kaum milenial sesuai dengan karakternya masing-masing. Misalnya memanfaatkan kondisi pandemi Covid 19 yang  menyebabkan masyarakat melakukan kegiatan dari rumah (stay at home), yaitu dengan cara memasok kebutuhan pangan keseharian masyarakat.

Seperti diutarakan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), kredibilitas generasi muda di bidang pertanian saat ini semakin berkembang. “Saya makin percaya anak muda yang mau terjun di bidang pertanian bisa punya peluang kehidupan dan ekonomi yang lebih baik. Tak hanya itu, generasi milenial bidang pertanian saat ini tak hanya sekadar bertani, namun juga cerdas berwirausaha tani dengan memanfaatkan teknologi digital.

Tentu saja peran kaum milenia dalam dunia pertanian akan menempatkan pada posisi yang berkaitan dengan hilirisasi produk misal digitalisasi produk, pemasaran produk dan promosi produk dari komoditas yang akan dirintis pengembangan usahanya.

 

 

Bagaimana Cara Mewujudkan Proses Regenerasi Petani dari Kaum Milenial ini?

Kekhawatiran akan mandegnya proses regenerasi petani ini telah memunculkan berbagai kebijakan program/kegiatan baik di pusat maupun di daerah, yang isinya tentang upaya mendorong generasi muda untuk menjadi Petani Milenial, salah satunya adalah di Provinsi Jawa Barat, dimana Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil telah mencanangkan Program Petani Milenial dalam rangka akselerasi regenerasi petani, melalui pengembangan berbagai aktivitas usaha tani pada bidang Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan, Kehutanan, Peternakan dan Perikanan, dengan sasaran:

  1. Menciptakan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran.
  2. Terjaminnya ketersediaan produk pertanian yang berkualitas dan berdaya saing di Jawa Barat
  3. Meningkatkan kesejahteraan petani Jawa Barat.

Beberapa payung hukum sebagai dasar perumusan kebijakan Program Petani Milenial yang bisa dijadikan acuan dalam pengembangan Petani Milenial ini antara lain adalah:

  1. Undang-Undang No 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan
  2. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 511/Kpts/PD.310/9/ 2006 tentang Jenis Komoditi Tanaman Binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, dan Direktorat Jenderal Hortikultura sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 3599/Kpts/PD.310/10/2009; sebagaimana telah diubah lagi dengan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian
  3. Peraturan Menteri Pertanian No. 07/Permentan/OT.140/1/2013 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pengembangan Generasi Muda Pertanian sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 10/Kpts/SM.210/I/05/2019 Tentang Pedoman Penumbuhan Wirausaha Muda Pertanian.
  4. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 67/Permentan/Sm.050/12/2016 Tentang Pembinaan Kelembagaan Petani
  5. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 04 Tahun 2019 tentang Pedoman Gerakan Pembangunan Sumber daya Manusia Pertanian Menuju Lumbung Pangan Dunia 2045 sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 09 Tahun 2019;

 

Dalam Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 10/Kpts/SM.210/I/05/2019 Tentang Pedoman Penumbuhan Wirausaha Muda Pertanian disebutkan bahwa: Generasi Muda Pertanian sebagai aset insani perlu mendapat prioritas dalam penyusunan perencanaan program pembangunan pertanian supaya menjadi generasi penerus, penggerak dan pelopor yang inovatif, kreatif, profesional, mandiri, mampu bersaing, dan berwawasan global.

Beberapa langkah kebijakan yang perlu dilakukan untuk mewujudkan proses regenerasi petani melalui program Petani Milenial, antara lain:

  1. Seleksi calon peserta: cari calon secara tepat sasaran.
  2. Pendampingan Rencana rintisan usaha: Susun Proposal usaha secara layak dan benar.
  3. Fasilitasi Bimbingan Teknis: Lakukan Bimtek sesuai kebutuhan rintisan usaha
  4. Fasilitasi Sarana Prasarana: Sediakan sarana prasarana dasar sebagai stimulant penambah semangat memuliai rintisan usaha.
  5. Fasilitasi Akses Permodalan: Dukung ketersediaan permodalan yang mudah dan tidak membebani petani.
  6. Pendampingan Pelaksanaan Rintisan Usaha: Lakukan pendampingan hingga peserta tumbuh berkembang secara mandiri.
  7. Pendampingan Pemasaran: Dampingi agar peserta memiliki kemampuan menjalin kemitraan pemasaran produknya.
  8. Evaluasi: Lakukan evaluasi untuk Rencana Tindak Lanjut.

 

 

Apa Yang Sudah Dilakukan Pihak Pemerintah Hingga Saat Ini?

Langkah kearah pembinaan Petani Milenial di Jawa Barat sebenarnya sudah cukup lama dilakukan oleh berbagai Perangkat Daerah Provinsi Jawa Barat, antara lain oleh Dinas Perkebunan, dimana hingga saat ini tercatat ada sekitar 4000 alumni petani milenial yang telah mengikuti serangkaian kegiatan Pembinaan berupa :

  1. Kegiatan Bimtek Wirausaha Baru Bidang Perkebunan
  2. Kegiatan Bimtek Peningkatan Komptensi Pelaku Usaha Bidang Perkebunan (Magang)
  3. Kegiatan Pembinaan Kelembagaan Usaha Produksi Benih Bagi Petani Milenial Jawa Barat
  4. Kegiatan Digital Marketing Produk Perkebunan

Adapun keberadaan para alumni tersebut adalah tersebar di wilayah Kabupaten/Kota se Jawa barat, dimana mereka telah tumbuh dan berkembang menjadi innovator dan motivator pertumbuhan usaha tani di daerahnya masing-masing.

Salah satu alumni Bimtek Wirausaha Baru Perkebunan, yaitu Sdr. Opi, Ketua Kelompok Tani Mekarsari Hejo Ngemploh, Desa Pamekarsari Kecamatan Surian Kabupaten Sumedang, saat ini telah mampu mengelola Desa Mandiri Benih Vanili yang merupakan alokasi program dari Kementan melalui Kegiatan TP Propinsi yang dikelola oleh Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Barat pada Tahun Anggaran 2019, yang mana  Kelompok Tani Mekarsari Hejo Ngemploh juga mendapatkan pembinaan melalui Kegiatan Penumbuhan Kebersamaan Kelompok Tani Perkebunan Tahun 2019 yang materinya mendorong dan memotivasi kebersamaan di kelompok untuk meraih dan mencapai tujuan bersama yang telah disepakati melalui metoda pembelajaran rang dewasa leh Fasilitator Daerah (Fasda) Jawa Barat.

Buah dari keuletan Kelompok Tani dan pendampingan serta pengawalan pembinaan pasca kegiatan dan program dari Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Barat, Sdr. Opi telah menerima penghargaan dari Kementerian Pertanian sebagai petani berprestasi pada acara puncak Hari Perkebunan di Malang. Desa Mandiri Benih Vanili di Sumedang yang managemen pengelolaanya dilakukan oleh Sdr. Opi sehingga mendapatkan penghargaan karena sukses menciptakan kondisi swasembada benih di wilayah Kecamatan Surian. Selain itu aktivitas pembibitan yang dilaksanakan mampu memproduksi hingga 100 ribu batang dan telah mampu mendorong dan melibatkan pemberdayaan masyarakat menggerakan aktifitas sumber ekonomi baru hasil kreatifitas anak muda yang dulunya pengangguran dan tidak tertarik ke dunia pertanian.

Faktor lainnya dari aktifitas petani milenial yang tergabunga dalam Kelompok Tani Mekarsari Hejo Ngemploh tadi, juga selain telah mampu mengembangkan usaha perbenihan juga tengah merintis Kampung Vanili sebagai agrowisata dan eduwisata Vanili. Dengan wahana yang tersedia, selain terdapat di kebun sumber benih, pembibitan, rumah penduduk di lingkungan Desa Pamekarsari Kecamatan Surian Kabupaten Sumedang  menggerakkan semua potensi pelibatan secara aktif dengan gerakan menanam di halaman rumahnya dengan tanaman vanili sehingga bernuansakan Kampung Vanili.

Sedangkan Pasca Pembinaan Kelembagaan Usaha Produksi Benih Bagi Petani Milenial Jawa Barat, para petani milenial merasa tertarik dan sangat berminat menekuni usaha pertanian khususnya komoditas kopi dan vanili yang menjadi komoditas pilihan peminatan yang ditawarkan oleh Balai Pengembangan Produksi Benih Perkebunan Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Barat.

Prospek peluang usaha ini menjadi daya tarik para petani untuk mulai terjun mengelola pertanian secara serius dan focus.

 

Lakukan Saat Ini Juga, atau Lupakanlah.

Permasalahan mandegnya regenerasi petani hingga saat ini merupakan persoalan serius dan sangat strategis untuk segera diatasi oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Strategi tersebut sangat tepat diwujudkan melalui Program Petani Milenial. Jaman terus berubah, persoalan pada sector pertanian terus bertambah, maka pelaksanaan Program Petani Milenial ini harus dilakukan sekarang sebelum terlambat, atau tidak sama sekali.

Sektor pertanian diharapkan dapat beradaptasi di bidang teknologi dan informasi sehingga peran petani milenial mampu diberdayakan dan dioptimalkan secara luar biasa dalam rangka pemenuhan produksi nasional. Adapun beberapa kalimat kunci yang harus dijalankan antara lain :

  • Kemasan prospek peluang usaha di pertanian harus digambarkan secara optimis, sehingga akan menjadi daya tarik para petani untuk mulai terjun mengelola pertanian secara serius dan focus.
  • Kemauan, sikap mental dan perubahan stigma nasib petani yang negative harus dibuang jauh oleh generasi petani milenial, seperti: Peribahasa Patani Tinggal Daki; Ditungguan ku seeng nyengsreng dan Patani bobolokot ku leutak
  • Berkreasi dan berinovasi untuk terus berkarya harus menjadi inspirasi dalam mengelola sumber daya pertanian oleh para petani muda milenial.
  • Secanggih apapun teknologi digital, kalau sumber daya pertaniannya tidak memiliki integritas moral berupa kemauan dan sikap mental maka potensi lahan juga akan hilang dengan sendirinya.

Hayu urang sasarengan ngolah lahan anu urang, urang percayakeun ka patani milenial, insya alloh pasti hasilna muncekil. Petani Milenial Jawa Barat, Hidup di Desa, Rejeki Kota, Bisnis Mendunia, Jabar Juara. (Budi Jatnika-SDP)


Dibaca : 15620 kali