Keberhasilan dalam usaha tani ditentukan oleh berbagai faktor produksi. Salah satu faktor yang memiliki peran penting dan menentukan adalah pupuk. Pemberian pupuk yang cukup, baik secara kuantitas maupun kualitas, dapat membuat tanaman tumbuh subur dan memberikan hasil optimal. Kebutuhan petani akan pupuk tak bisa ditunda-tunda. Namun, ketersediaan pupuk hingga saat ini masih belum tercukupi secara maksimal. Ketersediaan pupuk belum sesuai dengan yang diharapkan, terutama oleh petani yang paling berkepentingan. Tidak jarang, ketika musim tanam tiba, ketersediaan pupuk mulai langka. Kalaupun ada tersedia, tetapi harganya sudah mahal. Alasannya bermacam-macam. Mulai dari alur tata niaganya yang panjang hingga disinyalir ada pihak tertentu ikut bermain untuk mengeruk keuntungan. Sekalipun terkadang ketersediaan pupuk langka, tetap harus ada upaya kongkret untuk mengatasinya.
Apa penyebab kelangkaan pupuk bersubsidi?
Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan, penyebab kelangkaan pupuk bersubsidi pada level petani karena naiknya harga bahan kimia di pasar internasional. Beliau mengungkap bahwa Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) berjumlah lebih dari 24,3 juta ton pupuk bersubsidi, sementara alokasi pupuk subsidi tersedia sebanyak 9 juta ton. Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa kelangkaan dan tingginya harga pupuk disebabkan oleh kurangnya ketersediaan stok pupuk di lapangan.
Bagaimana cara mengatasi kelangkaan pupuk?
Terdapat 3 langkah untuk mengatasi masalah kelangkaan pupuk yang banyak dikeluhkan oleh petani saat ini. Tiga langkah tersebut adalah pelaksanaan operasi pasar (OP) untuk menormalkan harga pupuk, monitoring sistem penyaluran pupuk yang lebih intensif untuk memutus rantai produksi, dan pembenahan jangka panjang sistem subsidi pupuk. Tiga cara diatas sangat dipengaruhi oleh mekanisme pasar dan ketersediaan pupuk dalam negeri. Agar tidak terus berlarut-larut, permasalahan pupuk tersebut tentu harus segera dicarikan solusinya. Salah satu solusi yang efektif dan efisien adalah dengan mengoptimalkan pembuatan dan penggunaan pupuk organik secara mandiri.
Mengapa pupuk organik?
Penggunaan pupuk anorganik/kimiawi secara simultan (terus-menerus) dapat mengakibatkan ketergantungan tanaman. Jika sebelumnya diperlukan dosis 0,5 Kg/tanaman/tahun untuk menghasilkan produksi tanaman yang optimal, maka dalam jangka waktu tahunan dosis yang dibutuhkan tanaman akan semakin besar. Hal ini tentu saja akan semakin membebani biaya produksi petani. Selain itu, penggunaan pupuk anorganik/kimiawi secara simultan juga dapat berakibat buruk bagi kelestarian lingkungan. Dibanding dengan pupuk anorganik, pupuk organik sangat membantu mencegah terjadinya erosi lapisan atas tanah yang merupakan lapisan mengandung banyak hara. Pemakaian pupuk organik juga berperan penting dalam merawat/menjaga tingkat kesuburan tanah yang sudah dalam keadaaan berlebihan pemupukan dengan pupuk anorganik/kimia dalam tanah.
Membuat pupuk organik secara mandiri, apakah sulit atau mudah?
Saat ini, sudah banyak beredar pupuk organik yang diproduksi oleh perusahaan besar di pasaran. Kualitas yang ditawarkan pun tidak kalah dari pupuk anorganik. Namun, untuk menekan biaya produksi, pupuk organik dapat diproduksi secara mandiri oleh petani. Secara umum, bahan untuk pembuatan pupuk organik dapat diperoleh dengan mudah. Kotoran ternak (ayam, kambing, sapi), serasah daun, kulit buah, ampas tahu, limbah domestic rumah tangga, dll. Teknologi yang dibutuhkan dalam produksi pupuk organik mandiri pun tidak tinggi, hanya dibutuhkan bio-akselarator, yaitu bahan yang digunakan untuk mempercepat proses dalam pembusukan bahan pupuk organik.
Kesadaran petani untuk menjaga lingkungan perlu semakin diasah. Pengamalan best practices dalam setiap alur usaha tani adalah hal yang mutlak dewasa ini. Kelestarian lahan pertanian atau perkebunan yang diusahakan perlu dijaga demi keberlangsungan hidup para petani kedepannya. Salah satu contoh best practices tersebut yang paling sederhana namun fundamental adalah memproduksi dan menggunakan pupuk yang dihasilkan secara mandiri oleh petani. Dalam jangka waktu panjang kedepan, diharapkan hal ini dapat menjadi budaya positif demi terciptanya pertanian dan perkebunan yang lestari.
Berdasarkan survey harga pupuk ke grosir, kenaikan harga pupuk menjadi pertimbangan kepada petani untuk nanti menjual produk hasil usaha taninya. Perubahan harga pupuk yang terlampau cepat, dalam hitungan bulan bergeser dari Rp 11 ribu ke Rp 16 ribu untuk Pupuk NPK 15:15:15. Padahal pupuk tersebut sangat diperlukan oleh para petani komoditas pertanian termasuk komoditas perkebunan, misal untuk komoditas tembakau dalam rangka Tanaman Tembakau yang di Pupuk NPK memiliki komposisi unsur hara yang sesuai dengan kebutuhan komoditas tembakau. Dimana keberadaan unsur hara K (kalium) yang tinggi, mencapai 15 persen, mampu meningkatkan hasil panen dan indeks mutu tembakau. Selain itu juga bisa memperbaiki aroma, warna, rasa, dan kelenturan daun tembakau. Menambah kandungan protein dan vitamin hasil panen. Memperbaiki warna, aroma, juga kelenturan daun tembakau (khusus pada tembakau omprongan).
Berkaitan dengan kecenderungan pupuk tersebut sangat dibutuhkan oleh petani, namun langka dan mahal harganya, maka proses membudayakan pembuatan pupuk secara mandiri oleh petani itu sendiri menjadi hal yang perlu dikuasai dan dilestarikan keterampilan menguasai ilmu membuat pupuk tersebut.
Adakah alternatif pembudayaan pembuatan pupuk oleh petani?
Salah satu solusinya antara lain adalah melalui Pembuatan Pupuk PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) dengan pertimbangan :
- Bahan-bahannya mudah didapat
- Bahan-bahannya tersedia disekitar lingkungan petani
- Proses membuatnya mudah
- Pengaplikasiannya cepat terserap oleh tanaman
- Efektifitas untuk meningkatkan produksi lebih cepat
Melalui pemanfaatan agen hayati Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) yang diproduksi sendiri dapat dimanfaatkan sebagai pengganti pupuk. Mudah-mudahan informasi dari tulisan ini para petani khususnya dapat memperoleh pengetahuan tambahan tentang manfaat PGPR bagi tanaman. Secara praktis, petani mampu memproduksi PGPR dalam jumlah yang banyak secara mandiri dengan biaya yang murah tanpa dibatasi ruang dan waktu dalam memproduksinya, sehingga bisa menjadi budaya dalam proses pembuatannya.
Ketersediaan pupuk organik menjadi salah satu kunci keberhasilan program go organik yang dicanangkan pemerintah pada tahun 2011 (Juarsah, 2014). Sejak tahun 2011 pemerintah fokus mengembalikan praktik budidaya tanaman secara alami dari praktik budidaya konvensional yang telah berlangsung sejak masa orde baru. Praktik budidaya alami ini dikenal dengan pertanian organik atau pertanian yang kembali ke alam. Pendekatannya adalah dengan meningkatkan penggunaan bahan organik dan mengurangi penggunaan pupuk dan pestisida kimia. Tujuannya adalah agar menghasilkan produk berkualitas dengan keamanan tinggi. Prinsip utama dari pertanian organik juga adalah keberlanjutan usaha tani dan keseimbangan ekosistem yang terlestari secara baik (Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup). Hal ini tentu harus dibarengi dengan adanya penyuluhan dan pelatihan rutin terhadap pelaku usaha tani khususnya para kelompok tani yang telah terbentuk disetiap Desa. Pendampingan kepada petani penting dilakukan mulai dari hulu hingga hilir termasuk dalam hal penyediaan pupuk organik secara mandiri
Adapun proses dan alur dalam membuat Pupuk PGPR adalah sebagai berikut :
- Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan antara lain : Pupuk Kandang, Dedak, Kipait/Thitonia, Kirinyuh, Kaliandra, Azolla, Rebung, Bonggol Pisang, Tauge, Tunas Tanaman, Bawang Putih, Tembakau, Berenuk, Daun Sirsak, Babadotan, Sereh Wangi, Lidah Buaya, Terasi, Air Kelapa, Molases/Air Gula Merah, dan Air Bersih.
- Bahan-bahan dihancurkan dan dicampurkan sambal diberi air 2 liter
- Campuran tersebut dimasak sampai mendidih, kemudian didinginkan
- Larutan yang sudah dingin dimasukkan ke dalam wadah (tong/galon)
- Buat sirkulasi udara sehingga proses berlangsung secara anaerob dengan menggunakan selang dan botol yang diisi dengan air
- Tutup dan simpan di tempat teduh selama 15-20 hari, amati gelembungnya
- Apabila tidak keluar gelembung lagi dan tercium bau harum, proses fermentasi sudah selesai dan dapat digunakan sebagai pupuk organik tanaman.
- Larutan digunakan dengan cara disemprotkan pada tanaman dengan perbandingan 1 : 10 (1 Liter PGPR ditambah 10 Liter air).
Penutup
Ketersediaan pupuk organik bersubsidi menjadi salah satu kunci keberhasilan pertanian organik. Perkembangan pertanian dewasa ini lebih mengutamakan kesehatan dan keamanan serta keberlanjutan usaha tani yang ramah lingkungan. Dampak kelangkaan pupuk bersubsidi tidak hanya kepada produksi hasil tanaman yang menurun atau secara kualitas tidak terjamin tetapi juga berdampak pada ekonomi masayarakat miskin yang membutuhkan pupuk dalam usaha budidaya tanaman miliknya.
Seluruh rangkaian aktifitas untuk mencari solusi dikala pupuk mahal dan langka ini, bisa berhasil terwujud dengan membiasakan para petani untuk membuat pupuk dari bahan-bahan yang mudah didapat di sekitar lingkungan petani tanpa harus membelinya. Proses perwujudan di masyarakat apakah diimplementasikan atau tidaknya oleh para petani akan menjadi pembuktian apakah petani telah mampu membuat PGPR secara mandiri atau merasa sulit dalam pembuatannya. Keuletan sangat diperlukan dalam proses pembuatan pupuk PGPR ini dalam rangka menuju peningkatkan produksi dan mempertahankan kelastarian alam. Semoga petani termotivasi dan antusias tinggi dalam perwujudan proses pembudayaan pembuatan pupuk secara mandiri oleh petani sendiri diharapkan mampu memberikan keuntungan secara ekonomi bagi para petani karena rendahnya pengeluaran selama proses budidaya dan usaha taninya berlangsung.
Dibuat oleh :
Ir. H. Yayan Cahya Permana, M.M
Kepala Bidang Produksi Perkebunan
Dinas Perkebunan Jawa Barat