BANDUNG – Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis yang dipimpin oleh Saifulloh selaku Asisten Deputi Pangan melakukan benchmark peran inovasi Aksi Tali Intan di Era Reformasi Birokrasi, Selasa (17/05). Saifulloh mengaku salut dengan inovasi Aksi Tali Intan yang digagas oleh Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat karena meskipun inovasi ini sederhana namun mampu membantu menyelamatkan lingkungan.
Benchmark ini diterima langsung oleh Ir. Siti Purnama, M.P., selaku inovator Aksi Tali Intan di kantor Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat. Siti mengatakan bahwa inovasi Aksi Tali Intan ini berkaitan dengan Reformasi Birokrasi yakni pada area 8 (Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik) indikator kelima. Lebih lanjut Siti menginformasikan, khusus Dinas Perkebunan telah banyak melakukan inovasi untuk mendukung area ini, salah satunya dengan inovasi Aksi Tali Intan.
Menurut Siti prinsipnya dalam berinovasi bukanlah penghargaan dan pujian, melainkan kewajibannya sebagai abdi negara yang mengharuskannya membantu mengatasi langsung permasalahan yang terjadi di lapangan. Adapun inovasi Aksi Tali Intan ini telah berhasil mewakili Jawa Barat masuk dalam Top Terpuji /TOP 45 tahun 2021 pada ajang Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik yang diselenggarakan oleh KemenPANRB.
“Prinsip saya penghargaan dan pujian itu hanyalah bonus, sebagai abdi negara tentu kita tidak bisa hanya duduk di meja saja. Karena Disbun ini merupakan dinas teknis yang sering turun langsung ke lapangan, disana saya sering berbelanja masalah”, ungkap Siti.
Selanjutnya Siti memaparkan terkait inovasi Aksi Tali Intan yang berkaitan dengan perlindungan tanaman. Inovasinya ini diinisiasi ketika dirinya menjadi Kepala Balai Perlindungan Perkebunan, saat itu berdasarkan laporan yang diperolehnya bahwa jumlah serangan hama penyakit kategori ringan dan sedang tergolong aman, sedangkan untuk serangan berat jumlahnya tidak banyak tapi sangat berat.
Berangkat dari permasalahan tersebut, Siti mencoba memverifikasinya kepada petani langsung terkait bagaiman cara pengendaliannya. Namun ternyata untuk mengendalikan serangan berat petani selalu menggunakan pestisida kimia. Sedangkan untuk serangan sedang ataupun ringan mereka tidak memperhatikan dan mengendalikannya. Padahal baik serangan sedang maupun ringan harus tetap dikelola dan dikendalikan karena keduanya akan berpotensi menjadi kategori berat jika dibiarkan.
Kemudian Syaifulloh menanggapinya bahwa menurutnya pestisida kimia itu justru bukan akan menyelesaikan masalah namun menambah masalah baru. Senada dengan Syaifulloh, Siti mengungkapkan bahkan dampak dari penggunaan pestisida kimia tidak hanya pada tanaman melainkan pada tanah dan ekosistemnya juga.
Lebih lanjut Siti mengungkapkan jika dirinya menyerukan untuk tidak menggunakan pestisida kimia lagi maka mereka (petani) akan menolaknya. Lantas Siti berpikir bagaimana caranya agar dirinya bisa merubah pola pikir mereka/petani, artinya mereka tidak boleh lagi membiarkan serangan ringan atau sedang dan menunggu serangannya menjadi berat baru dikendalikan dengan cara menyemprotkan pestisida kimia. Barulah muncul inovasi Aksi Tali Intan ini yaitu Aksi Petani Peduli Perlindungan Tanaman.
Hal yang mengejutkan Syaifulloh bersama rombongannya adalah ketika Siti menjelaskan keunikan dari inovasinya yakni biarpun aksinya ini sangat sederhana namun mampu merubah pola pikir dan budaya kerja dengan didukung oleh pemberian insentif kepada para petani. Siti mengungkapkan dirinya tidak mengeluarkan biaya untuk inovasinya ini.
Siti melanjutkan paparannya dengan poin implementasi Aksi Tali Intan yang telah dirinya laksanakan. Menurutnya diawali dengan setiap pekebun diajak untuk peduli terhadap tanamannya yaitu dengan mulai mengajak bicara tanamannya. Bagian tanaman yang terkena serangan hama/ penyakit dikumpulkan, tetapi tidak langsung dibuang melainkan diserahkan pada petugas RPO kabupaten. Siti juga mengaku bahwa pihaknya telah mendidik petugas RPO kabupaten bagaimana cara menghitung hama/ penyakit yang dikumpulkan oleh petani, agar petani yang terbanyak mengumpulkan hama/ penyakit dapat memperoleh insentif berupa APH (Agen Pengendali Hayati) cair.
“Kita didik petugas untuk menghitung berapa hama atau penyakit yang dikumpulkan petani, sebagai penghargaan kepada petani. Sebulan sekali petugas akan melaporkan ke provinsi, petani-petani yang terbanyak mengumpulkan kami berikan insentif berupa APH. Lama kelamaan petani akan sadar bahwa semakin banyak mengumpulkan itu artinya kebunnya buruk/ tidak dipelihara. Sebenarnya inovasi ini tidak mengeluarkan biaya karena APH cair ini dibuat dengan bantuan dana APBD dan memang seharusnya disalurkan”, jelas Siti kepada seluruh rombongan benchmark.
Menanggapi hal tersebut, Syaifulloh mengungkapkan inovasi Aksi Tali Intan ini menjadikan bantuan saprodi lebih tepat sasaran karena terpetakan sesuai dengan kondisi serangan yang dialami oleh setiap petani.
“Lebih tepat sasaran karena terpetakan. Bantuan saprodi ini tepat sasaran sesuai dengan kondisi serangannya”, ujar Syaifulloh.
Dengan mengkampanyekan Aksi Tali Intan ini, menurut Siti telah berdampak terhadap kesadaran petani dalam mengendalikan serangan hama dari yang tadinya menggunakan pestisida kimia, kini mereka sadar dan berubah pola pikirnya tidak lagi menggunakan pestisida kimia dan lebih memilih menggunakan insentif yang mereka terima yaitu APH cair. Bahkan setelah mengerti mereka belajar sendiri membuat APH dengan starter yang diberikan oleh Disbun.
Selain berperan dalam penyelamatan lingkungan, inovasi Aksi Tali Intan juga berdampak positif pada peningkatan penghasilan dan serapan pasar terhadap produk petani yang mengimplementasikannya. Dengan inovasi ini petani mampu meningkatkan penghasilannya sampai 86%, begitupun dengan serapan pasar yang meningkat sampai 85%. Hal ini disebabkan oleh kualitas produk yang dihasilkan menjadi lebih baik karena tidak tercemar oleh pestisida kimia sehingga pasarnya pun semakin luas.
Kebermanfaatan inovasi ini menurut Siti harus tetap dipastikan keberlanjutannya, oleh sebab itu dirinya bersama Dinas Perkebunan berusaha menuangkannya ke dalam sebuah regulasi juga dengan mendaftarkan HAKI ke Kementerian Hukum dan HAM.
Akan tetapi inovasi ini sayangnya masih belum bisa dipasarkan secara komersial. Menurut Siti saat ini APH cair masih diproduksi oleh Balai Perlindungan Perkebunan saja dan didistribusikan kepada para petani secara gratis dengan metode insentif. Siti mengaku masih diperlukan banyak pengujian lebih lanjut dan berkaitan ijin untuk dapat menjual bebas APH cair ini sebagai pengendali penyakit dan hama secara non kimiawi.
Saat itu, Syaifulloh berserta rombongannya mengungkapkan bahwa salut terhadap Dinas Perkebunan khususnya Siti selaku innovator karena dengan teknologi yang sangat sederhana tetapi langsung berdampak terhadap petani yang menerapkannya. Menurutnya inovasi ini untuk penyelamatan jangka panjang (suistainbility).
“Saya salut dengan ibu (innovator), tidak perlu alat atau teknologi yang bagaimana tapi bisa langsung berdampak untuk suistainability bukan transaksional”, ujar Syaifulloh.
Sayaifulloh berharap inovasi Aksi Tali Intan ini dapat diterapkan juga pada komoditas lainnya diluar komoditas perkebunan, seperti halnya pada komoditas hortikultura yang sangat rentan terhadap hama dan penyakit.
“Semoga (inovasi Aksi Tali Intan) bisa diterapkan di komoditas lainnya selain perkebunan, seperti komoditas hortikultura yang sangat rentan dengan hama penyakit. Perkebunan itu nyaris tanaman tahunan semua yang tidak rentan hama penyakit”, tutup Syaifulloh.
Tidak berakhir sampai disana, Tim Benchmark dari Kemenko Perekonomian juga melakukan pembuktian langsung implementasi inovasi ini ke lapangan yaitu kepada salah satu kelompok tani yang telah mengimplementasikan inovasi Aksi Tali Intan yaitu Kelompok Tani Giri Senang yang terletak di Desa Palasari, Kecamatan Cibiru, Kabupaten Bandung.
Tim Benchmark Kemenko Perekonomian selain melakukan survey tanaman kopi arabika milik Kelompok Tani Giri Senang juga melihat tempat produksi dan pengolahan biji kopi. Kelompok Tani ini juga sudah memiliki caffee/ kedai kopi yang menggunakan kopi asli kebunnya sendiri.**(HUMAS-DISBUN/ RESTI)